Friday, December 5, 2008

Percaya

Hatiku miris. Seorang ibu lewat kaca televisi menangis. Aku tidak dapat memahami semua yang diluahkan olehnya. Akan tetapi, tangisan dan air muka seorang ibu dari Maluku yang mengumpulkan wang dari hasil jualan padinya bertahun-tahun untuk naik haji itu cukup ku fahami. Dia batal berangkat. Agennya menipu. Meski lambaian Kaabah sudah sebegitu dekatnya. Meski dia sudah berada di Soekarno-Hatta. Menunggu penerbangan ke Jeddah yang tidak mungkin ada buatnya.

Memang bukan rezkinya ibu itu dan beberapa lagi yang lain untuk menunaikan rukun Islam yang kelima pada tahun ini. Apa kerana silap langkah atau terlalu mudah mempercayai? Apa kerana penipunya terlalu pintar? Tetap kerinduan yang tidak terbendung hanya bisa mengalir lewat bulir-bulir air mata. Sungguh penipuan telah menjadi lumrah. Apakah nilai kepercayaan tidak lagi eksis? Masyarakat bagaimanakah yang bisa hidup aman dan bahagia bila dalam hidupnya tidak bisa lagi mempercayai. Kerana bila sudah tidak percaya yang tersisa hanya curiga. Syak-wasangka yang sewaktu-waktu bisa memecah persaudaraan dan pertemanan.

Mungkin ibu itu masih bisa berhaji pada tahun depan sekiranya ada kesempatan umur dan kesehatan. Akan tetapi itu bila wangnya bisa kembali secara utuh kepadanya. Mungkin jika ada bantuan simpati dalam masyarakat ini. Aku masih percaya akan kebaikan hati yang masih wujud meski di tengah-tengah persaingan antara sesama. Meski penilaian sudah berhenti hanya pada aspek2 material.

Teringat aku seorang tukang becak. Dahinya berbekas tanda sujud. Kutemukan pada waktu solat asar di masjid. Selesai berdoa dia kembali mengayuh becak. Sungguh meski tidak ramai tukang becak yang kutemukan seperti dia. Ternyata masih ada kesejukan dalam masyarakat ini. Kalau kita mencari, ada kebaikan-kebaikan yang tersembunyi. Ternyata persangkaan buruk kita tentang seseorang atau sesuatu tidak semuanya benar. Bahkan kita akan hairan dengan kebaikan yang kita temukan pada tempat dan orang yang tidak kita sangka-sangka. Teringat ibu tadi, aku berdoa semoga dia diberikan kesempatan untuk berhaji. Lebih penting lagi semoga dia tidak menambah daftar panjang kecurigaan dalam berinteraksi. Moga lebih arif dalam menilai. Sungguh aku merindukan zaman-zaman kegemilanga tamadun kerana kearifan dan masyarakatnya saling berkasih-sayang.

2 comments:

Anonymous said...

sedihnya baca post ni. terkutuknya perbuatan org yang menipu tu. semoga dikurniakan padanya hidayah Allah... amiin...

katunX said...

adakah ini karyamu sendiri wahai encik ipin?

sangat-sangat brilliant...