Mata-mata jernih itu,
memandang kejauhan.
awan-awan biru
yang beberapa hari ini berubah kelabu
sesekali percikan api muncul
mewarnai langit dengan warna emas
sungguh pemandangan yang jarang.
bagi tubuh-tubuh kerdil
itu bunga api
yang biasanya muncul pada tahun baru
atau hari raya aidilfitri.
Si kecil tertawa girang
atas pertunjukan yang jarang
Mata-mata jernih itu,
masih memandang ke kejauhan
awan di seberang kota,
apa tetangganya lagi berpesta?
hujan bunga api tidak pernah berhenti.
Tahun baru sudah lewat, aidilfitri juga masih jauh.
Si kecil hairan
atas kejadian yang jarang
Mata-mata jernih itu,
memandang jejeran truk-truk yang panjang,
mahu kemana? kenapa muatannya banyak sekali?
Apa ada perjamuan raksasa?
Kenapa cuma berhenti disini berhari-hari?
si kecil bertanya-tanya
atas keberangkatan yang tidak juga pergi
Mata-mata jernih itu,
berkaca-kaca
bulir-bulir jernih itu, air mata?
Langit kota sahabatnya masih bercahaya.
Apa si kecil cemburu?
tapi wajahnya terlihat berduka.
Aku yang terpinga,
si kecil tanpa dosa menangis tiba-tiba
Ku sapa dia dari kejauhan
tangannya terngadah.
kepalanya mendongak.
matanya memandang kejap.
ke langit terbuka.
Kulihat
mulutnya komat-kamit,
kudengarkan butir-butir kata
yang terbata-bata
kerna ada isak tangis
si kecil lagi berdoa,
kepadamu Ya Allah.
untuk teman-temannya
yang kesakitan dan menderita
dihujani roket dan bedil-bedil mesiu
Mata-mata jernih itu,
kini membara
kepada Yang Maha Kuasa
dia memanjat doa
semoga musuh temannya itu
hancur binasa.
kurasa si kecil kini mengerti
apa yang terjadi di kota tetangganya
si kecil melangkah pulang
kupikir dia lapar
meninggalkan teman-teman sepermainan
untuk roti makan tengahari
Aku masih disitu
ketika si kecil kembali
ada yang disembunyikan ditangannya
batangan kayu dengan ujung besi
Aku sapa dan bertanya
mahu ke mana dengan sebuah tukul besi?
wajah polos itu memandangku ragu
tangannya diangkat lurus
kuikuti arah telunjuknya
tepat di tembok pemisah,
pagar perbatasan yang menghalangi jejeran truk-truk...
mataku bertemu gaza